ETIKA PROFESI AKUNTANSI
PENDAHULUAN
Kemajuan ekonomi suatu
negara memacu perkembangan bisnis dan mendorong munculnya pelaku bisnis baru
sehingga menimbulkan persaingan yang cukup tajam di dalam dunia bisnis. Hampir
semua usaha bisnis betujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya
(profit-making) agar dapat meningkatkan kesejahteraan pelaku bisnis dan
memperluas jaringan usahanya. Namun terkadang untuk mencapai tujuan itu segala
upaya dan tindakan dilakukan. Walaupun pelaku bisnis harus melakukan
tindakan-tindakan yang mengabaikan berbagai dimensi moral dan etika dari bisnis
itu sendiri.
Bisnis dapat menjadi
sebuah profesi etis apabila ditunjang dengan menerapkan prinsip-prinsip etis
untuk berbisnis. Prinsip-prinsip etis dalam berbisnis adalah merupakan suatu
hukum yang mengatur kegiatan bisnis semua pihak secara fair dan baik disertai
dengan sebuah sistem pemerintahan yang adil dan efektif dalam menegakkan aturan
bisnis tersebut. Dalam prinsip ini terdapat tata cara ideal dalam pengaturan
dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas ini dapat
menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis.
Berdasarkan pernyataan
di atas, maka kode etik profesi perlu diterapkan dalam setiap jenis profesi.
Kode etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus
diterapkan oleh setiap individu. Dalam prinsip akuntansi, etika akuntan harus
lebih dijaga daripada kepentingan perusahaan. Tanpa etika, profesi akuntansi
tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses
pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis, dengan berdasarkan
kepentingan banyak pihak yang terlibat dengan perusahaan. Dan bukan didasarkan
pada beberapa pihak tertentu saja. Karena itu, bagi akuntan, prinsip akuntansi
adalah aturan tertinggi yang harus diikuti. Kode etik dalam akuntansi pun
menjadi barang wajib yang harus mengikat profesi akuntan.
Profesi akuntan
sekarang ini dituntut untuk mampu bertindak secara professional dan sesuai
dengan etika. Hal tersebut karena profesi akuntan mempunyai tanggung jawab
terhadap apa yang diperbuat baik terhadap pekerjaannya, organisasinya,
masyarakat dan dirinya sendiri. Dengan bertindak sesuai dengan etika maka
kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan akan meningkat.Terlebih saat
ini profesi akuntan diperlukan oleh perusahaan, khususnya perusahaan yang akan
masuk pasar modal. Hal ini disebabkan setiap perusahaan yang hendak ikut serta
dalam bursa efek wajib diaudit oleh akuntan publik. Untuk mendukung
profesionalisme akuntan, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), sejak tahun 1975 telah
mengesahkan “Kode Etik Akuntan Indonesia” yang telah mengalami revisi pada
tahun 1986, tahun 1994 dan terakhir pada tahun 1998.
Dalam mukadimah Kode
Etik Akuntan Indonesia tahun 1998 ditekankan pentingnya prinsip etika bagi
akuntan yaitu keanggotaan dalam Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela.
Dengan menjadi anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga
disiplin diri di atas dan melebihi yang disyaratkan oleh hukum dan peraturan.
Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Akuntan Indonesia
menyatakan pengakuan profesi akan tanggung jawabnya
kepada publik, pemakai jasa dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku
etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku
terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Namun kenyataanya
dalam praktek sehari-hari masih banyak terjadi pelanggaran terhadap Kode Etik
tersebut.
PAPARAN PROFESI
Sebagaimana sebuah
metode, akuntansi juga mempunyai tahapan–tahapan yang harus dijalani untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan. Secara umum laporan keuangan yang akan
didapatkan di akhir proses akuntansi adalah hasil dari semua proses pencatatan
yang dilakukan, mulai dari pencatatan transaksi sampai dengan penyusunan
laporan keuangan yang terjadi terus menerus dan berulang – ulang. Proses inilah
yang disebut dengan siklus akuntansi.
Menurut C. Rollin
Niswonger, Carl S. Warren, James M. Reeve, Philip E. Fess (1999:86), siklus
akuntansi (Accounting sycle) didefinisikan sebagai berikut: Siklus akuntansi
adalah prosedur utama prinsip akuntansi yang digunakan untuk memproses
transaksi selama suatu periode.
Sedangkan pengertian
siklus akuntansi menurut Soemarso S.R adalah sebagai berikut: Siklus akuntansi
adalah tahapan – tahapan kegiatan mulai dari terjadinya transaksi sampai dengan
penyusunan laporan keuangan sehingga siap untuk pencatatan transaksi periode
berikutnya yang terjadi secara berulang–ulang dan terus menerus (Soemarso,
2004:90).
Siklus akuntansi terdiri dari beberapa
kegiatan-kegiatan dibawah ini :
• Mendokumenkan
bukti transaksi
• Mencatat
transaksi dalam jurnal
• Posting
ke buku besar
• Menyusun
neraca saldo
• Membuat
neraca laur
• Menyusun
ayat jurnal penyesuaian
• Menyusun
laporan keuangan
• Menyusun
jurnal penutup dan pembalik
Bila kita bicara
tentang etika profesi, sebuah profesi memiliki komitmen moral yang tinggi yang
biasanya dituangkan dalam bentuk aturan khusus yang menjadi pegangan bagi
setiap orang yang mengembangkan profesi yang bersangkutan. Aturan ini merupakan
aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut yang biasanya
disebut sebagai kode etik yang harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi.
Menurut Chua dkk (1(994) menyatakan bahwa etika professional juga berkaitan
dengan perilaku moral yang lebih terbatas pada kekhasan pola etika yang
diharapkan untuk profesi tertentu.
Setiap profesi yang
memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang
merupakan seperangkat moral-moral dan mengatur tentang etika professional
(Agnes, 1996). Pihak-pihak yang berkepentingan dalam etika profesi adalah
akuntan publik, penyedia informasi akuntansi dan mahasiswa akuntansi (Suhardjo
dan Mardiasmo, 2002). Di dalam kode etik terdapat muatan-muatan etika yang pada
dasarnya untuk melindungi kepentingan masyarakat yang menggunakan jasa profesi.
Terdapat dua sasaran pokok dalam dua kode etik ini yaitu Pertama, kode etik
bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian baik
secara disengaja maupun tidak disengaja oleh kaum profesional. Kedua, kode etik
bertujuan melindungi keluruhan profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk
orang tertentu yang mengaku dirinya profesional (Keraf, 1998).
Kode etik akuntan
merupakan norma dan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan para
klien, antara auditor dengan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat.
Kode etik akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh
anggota, baik yang berpraktek sebagai auditor, bekerja di lingkungan usaha,
pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan. Etika
profesional bagi praktek auditor di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi
Indonesia (Sihwajoni dan Gudono, 2000).
Prinsip perilaku
profesional seorang akuntan, yang tidak secara khusus dirumuskan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia tetapi dapat dianggap menjiwai kode perilaku IAI, berkaitan
dengan karakteristik tertentu yang harus dipenuhi oleh seorang akuntan. Prinsip
etika yang tercantum dalam kode etik akuntan Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Tanggung
Jawab profesi
Dalam melaksanakan
tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam
masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada
semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu
bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan
profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung
jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota
diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2. Kepentingan
Publik
Setiap anggota
berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik,
menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Satu
ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik.
Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari
profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi
kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya
bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara
berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan
tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik
didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani
anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah
laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi
masyarakat dan negara.
Kepentingan utama
profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa
akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan
etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua
anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan
yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan
dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
3. Integritas
Untuk memelihara dan
meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab
profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas adalah suatu
elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas
merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan
(benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan
seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa
harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik
tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima
kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak
menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Objektivitas
Setiap anggota harus
menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan
kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan
nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan
anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak
berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah
pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam
berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam
berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi,
perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan
keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja
dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan
pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk
kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi
integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5. Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus
melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan,
serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan
profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling
mutakhir.
Hal ini mengandung arti
bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan
sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan
konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.
Kompetensi diperoleh
melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan
dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi
menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan
pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan
kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi
anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan
klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab
untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman
dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus
dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus
menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa
persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan
profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan
didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban
kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai
kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi
kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban
kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau
pemberi jasa berakhir.
7. Perilaku
Profesional
Setiap anggota harus
berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi
tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota
sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga,
anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar
Teknis
Setiap anggota harus
melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar
profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan
standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan
pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
PERMASALAHAN
Mungkin kita masih
ingat dengan salah satu kasus korupsi yang terjadi pada saat Pembangunan Pusat
Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang,
Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuai kontroversial.
Dalam audit BPK,
ditulis bahwa proyek bernilai Rp1,2 triliun ini berawal saat Direktorat
Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional hendak membangun Pusat
Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat Nasional (National Training Camp
Sport Center). Kemudian, pada tahun 2004 dibentuklah tim verifikasi yang
bertugas mencari lahan yang representatif untuk menggolkan rencana tersebut.
Hasil tim verifikasi ini menjadi bahan Rapim Ditjen Olahraga Depdiknas untuk
memilih lokasi yang dianggap paling cocok bagi pembangunan pusat olah raga
tersebut.
Untuk mencari lokasi,
tim verifikasi menyepakati kriteria pemilihan lokasi yaitu: kesesuaian RUTR
dengan lokasi, luas lahan lebih dari 20 hektar, jarak tidak lebih dari 70 km
dari Jakarta dan dapat ditempuh kurang dari 1 jam, topografi tanah memiliki
kemiringan maksimal 15 persen, kenyamanan lingkungan udara, kondisi lahan bukan
lahan produktif, status tanah dan harga tanah per meter/segi tidak lebih dari
Rp30.000. Tim verifikasi mensurvei lima lokasi yang dinilai layak untuk
membangun pusat olahraga itu. Yakni di Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong,
dan Cikarang. Tim akhirnya memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa
Hambalang, Citeureup, Bogor. Tim melihat, lahan di Hambalang itu sudah memenuhi
semua kriteria penilaian tersebut di atas. Sehingga lokasi tersebut dipilih
untuk dibangun.
Menindaklanjuti
pemilihan Hambalang, Dirjen Olahraga Depdiknas langsung mengajukan permohonan
penetapan lokasi Diklat Olahraga Pelajar Nasional kepada Bupati Bogor. Bupati
Bogor menyetujui dengan mengeluarkan Keputusan Bupati Bogor nomor
591/244/Kpes/Huk/2004 tanggal 19 Juli 2004. Sambil menunggu izin penetapan lokasi dari
Bupati Bogor tesebut, pada 14 Mei 2004, Dirjen Olahraga telah menunjuk pihak
ketiga yaitu PT LKJ untuk melaksanakan pematangan lahan dan pembuatan
sertifikat tanah dengan kontrak No.364/KTR/P3oP/2004 dengan jangka waktu
pelaksanaan sampai dengan 9 November 2004 senilai Rp4.359.521.320. Namun,
ternyata lokasi Hambalang itu masuk zona kerentanan gerakan tanah menengah
tinggi sesuai dengan peta rawan bencana yang diterbitkan Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM. Sesuai dengan sifat
batuannya, PVMBG menyarankan untuk tidak mendirikan bangunan di lokasi tersebut
karena memiliki risiko bawaan yang tinggi bagi terjadinya bencana alam berupa
gerakan tanah.
Selain itu, status
tanah di lokasi dimaksud masih belum jelas, meskipun telah dikuasai sejak
pelepasan/pengoperan hak garapan dari para penggarap kepada Ditjen Olahraga
setelah realisasi pembayaran uang kerohiman kepada para penggarap sesuai Berita
Acara Serah Terima Pelepasan/Pengoperan Hak Garapan tertanggal 19 September
2004. Sejak itulah area tanah tersebut
diakui sebagai aset Ditjen Olahraga dan kemudian pada tanggal 18 Oktober 2005
diserahterimakan kepada organisasi baru yaitu Kementerian Negara Pemuda dan
Olahraga (Kemenpora) setelah Ditjen Olahraga berubah menjadi Kemenpora.
Menpora saat itu,
Adhyaksa Dault mengakui bahwa untuk membangun pusat olahraga pihaknya
mengajukan anggaran sebesar Rp125 miliar. Karena proyek tersebut awalnya bukan
untuk pembangunan pusat olahraga. Melainkan hanya pembangunan sekolah olahraga.
Nilai proyek ini kemudian melejit hingga Rp2,5 triliun saat Kemenpora dipimpin
oleh Menteri Andi Mallarangeng. Hal tersebut terungkap dalam audit Hambalang,
bahwa pada tanggal 8 Februari 2010 dalam Raker antara Kemenpora dengan Komisi
X, Menpora menyampaikan rencana Lanjutan Pembangunan tahap I P3SON di Bukit
Hambalang Rp625.000.000.000. Permintaan itu diajukan karena dalam DIPA
Kemenpora TA 2010 baru tersedia Rp125 miliar. Menpora Andi Mallarangeng juga
menyampaikan bahwa usulan tersebut merupakan bagian rencana pembangunan P3SON
Bukit Hambalang Sentul yang secara keseluruhan memerlukan dana sebesar Rp2,5
triliun.
Andi Mallarangeng pun menghormati hasil audit BPK
atas proyek Hambalang tersebut. Bahkan dirinya mendukung perlu adanya pihak
yang bertanggungjawab jika memang ditemukan adanya penyimpangan. "Sebagai
menteri tentu saya menjalankan tugas sebaik-baiknya termasuk dalam hal pengawasan,"
kata Andi kemarin. BPK pun menemukan indikasi adanya penyimpangan dan
penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan kerugian negara sekitar Rp243,6 miliar.
Kepala BPK, Hadi Purnomo menjelaskan, rincian kerugian negara sebesar Rp116,930
miliar merupakan selisih pembayaran uang muka yang telah dilaksanakan sebesar
Rp189,450 miliar, dikurangi pengembalian uang muka pada saat pembayaran termin
pada tahun 2010 dan 2011 sebesar Rp73,520 miliar. Hadi menambahkan, ada
kelebihan pembayaran harga pada pelaksanaan konstruksi sebesar Rp126,734
miliar. Kelebihan itu terdiri dari Mekanikal elektrikal (ME) Rp75,724 miliar
dan pekerjaan struktur sebesar Rp51,1 miliar. Semuanya menjadi terbuka ketika
Koordinator Anggaran Komisi X DPR RI yang juga Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad
Nazaruddin, ditangkap. Nazar mulai mengungkap pelbagai aktifitas korupsi yang
melibatkannya, salah satunya korupsi pada proyek Hambalang yang ternyata juga
melibatkan dedengkot-dedengkot Partai Demokrat lainnya: Anas Urbaningrum, Andi
Alfian Mallarangeng, dan Angelina Sondakh.
Dalam perjalanannya, muncullah kronologi sebagai
berikut:
1 Agustus 2011: KPK mulai menyelidiki kasus korupsi
proyek Hambalang senilai Rp 2,5 triliun.
8 Februari 2012: Nazar menyatakan bahwa ada uang Rp
100 miliar yang dibagi-bagi, hasil dari korupsi proyek Hambalang. Rp 50 miliar
digunakan untuk pemenangan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat; sisanya Rp
50 miliar dibagi-bagikan kepada anggota DPR RI, termasuk kepada Menpora Andi
Alfian Mallarangeng.
9 Maret 2012: Anas membantah pernyataan Nazar. Anas
bahkan berkata dengan tegas, “Satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, gantung
Anas di Monas.
5 Juli 2012: KPK menjadikan tersangka Dedi Kusnidar,
Kepala Biro Keuangan dan Rumahtangga Kemenpora. Dedi disangkakan
menyalahgunakan wewenang sebagai pejabat pembuat komitmen proyek.
3 Desember 2012: KPK menjadikan tersangka Andi
Alfian Mallarangeng dalam posisinya sebagai Menpora dan pengguna anggaran.
Selain itu, KPK juga mencekal Zulkarnain Mallarangeng, adik Andi, dan M. Arif
Taufikurrahman, pejabat PT Adhi Karya.
22 Februari 2013: KPK menjadikan tersangka Anas
Urbaningrum. Anas diduga menerima gratifikasi berupa barang dan uang, terkait
dengan perannya dalam proyek Hambalang.
Ide pembangunan Pusat
Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional tercetus sejak jaman
Menteri Pemuda dan Olahraga dijabat oleh Adiyaksa Dault. Dipilihlah wilayah
untuk membangun, yaitu tanah di daerah Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Namun
pembangunan urung terealisasi karena persoalan sertifikasi tanah. Saat Menpora
dijabat Andi Alfian Mallarangeng, proyek Hambalang terealisasi. Tender pun
dilakukan. Pemenangnya adalah PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya.
Anas Urbaningrum diduga
mengatur pemenangan itu bersama Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, dan
teman dekat Anas, Mahfud Suroso. Masalah sertifikasi juga berhasil
diselesaikan. Pemenangan dua perusahaan BUMN itu ternyata tidak gratis. PT
Dutasari Citralaras menjadi subkontraktor proyek Hambalang dan mendapat jatah
senilai Rp 63 miliar. Perusahaan yang dipimpin Mahfud itu dikomisarisi oleh
Athiyyah Laila, istri Anas. Selain itu, PT Adhi Karya juga menggelontorkan dana
terima kasih senilai Rp 100 miliar. Setengah dana itu dipakai untuk pemenangan
Anas sebagai Ketua Partai Demokrat dan sisanya dibagi-bagikan oleh Mahfud
kepada anggota DPR RI, termasuk kepada Menpora Andi Mallarangeng. Selain itu,
Anas juga mendapatkan gratifikasi berupa mobil Toyota Harrier dari Nazar.
PEMBAHASAN
Kasus diatas di samping
adanya oknum yang tidak bertanggung jawab, yang dalam hal ini cukup melibatkan
banyak personil, ternyata di balik semua itu, adanya system pengelolaan
keuangan yang morat marit membuat semakin rancunya urusan hal di atas. Itu
semua sudah menyalahi etika dalam profesi akuntan dengan di iming-imingi komisi
besar untuk mengaudit anggaran sang penyandang profesi tersebut pun tidak perlu
pikir panjang untuk mengiyakan tawaran tersebut melihat hukum di Indonesia yang
pilih kasih dalam mengadili suatu hal semacam ini, yang tidak akan pernah di
jatuhi sanksi yang tegas.
Semua permasalahan di
atas harus ditangani secara serius, baik menyangkut permasalahan pejabat tinggi
negara yang harusnya amanah dalam memegang tugas kenegaraan, juga sistem
kenegaraannya harus benar-benar diganti dengan sistem yang benar-benar bisa
menjaga individu-individu yang di dalamnya bisa berlaku amanah. Mungkin juga
harus di buat UU tegas untuk setiap orang yang melakukan tindak kejahatan
korupsi seperti di miskinkan seratus persen, di penjara dalam kurun waktu yang
lama (lebih dari 20 tahun) yang tidak dapat mengajukan syarat-syarat,
penangguhan, atau masa ujicoba. Bila perlu seperti di cina menjatuhi hukuman
mati kepada pelaku agar masalah seperti ini tidak akan terulang kembali maupun
yang semacamnya.
Meski sampai saat ini
belum ada akuntan yang diberikan sangsi berupa pemberhentian praktek audit oleh
dewan kehormatan akibat melanggar kode etik dan standar profesi akuntan, tidak
berarti seorang akuntan dapat bekerja sekehendaknya. Setiap orang yang memegang
gelar akuntan, wajib menaati kode etik dan standar akuntan, utamanya para
akuntan publik yang sering bersentuhan dengan masyarakat dan kebijakan
pemerintah. Etika yang dijalankan dengan benar menjadikan sebuah profesi
menjadi terarah dan jauh dari skandal.
Menurut Kataka
Puradireja (2008), kekuatan dalam kode etik profesi itu terletak pada para
pelakunya, yaitu di dalam hati nuraninya. Jika para akuntan itu mempunyai
integritas tinggi, dengan sendirinya dia akan menjalankan prinsip kode etik dan
standar akuntan. Dalam kode etik dan standar akuntan dalam memenuhi standar
profesionalnya yang meliputi prinsip profesi akuntan, aturan profesi akuntan
dan interprestasi aturan etika akuntan. Dan kode etik dirumuskan oleh badan
yang khusus dibentuk untuk tujuan tersebut oleh Dewan Pengurus Nasional (DPN).
Hal yang membedakan
suatu profesi akuntansi adalah penerimaan tanggungjawab dalam bertindak untuk
kepentingan publik. Oleh karena itu tanggungjawab akuntan profesional bukan
semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien atau pemberi kerja, tetapi bertindak
untuk kepentingan publik yang harus menaati dan menerapkan aturan etika dari
kode etik.
Akuntan tidak
independen apabila selama periode Audit dan periode Penugasan Profesioanalnya,
baik Akuntan, Kantor Akuntan Publik (KAP) maupun orang dalam KAP memberikan
jasa-jasa non-audit kepada klien, seperti pembukaan atau jasa lain yang
berhubungan dengan jasa akuntansi klien, desain sistem informasi keuangan,
aktuaria dan audit internal. Konsultasi kepada kliennya dibidang itu
menimbulkan benturan kepentingan.
Oleh karena itu Akuntan Profesional diharuskan untuk
mematuhi prinsip-prinsip fundamental sebagai berikut:
1. Integritas,
Akuntan Profesional harus bersikap jujur dalam semua hubungan professional dan
bisnis.
2. Objektivitas,
Akuntan Profesional tidak boleh membiarkan hal-hal yang biasa terjadi, tidak
boleh membiarkan terjadinya benturan kepentingan, atau tidak boleh mempengaruhi
kepentingan pihak lain secara tidak pantas yang dapat mengesampingkan
pertimbangan professional atau pertimbangan bisnis.
3. Kompetensi
dan sikap kehati-hatian professional, Akuntan Profesional memiliki kewajiban
yang berkesinambungan untuk memelihara pengetahuan dan keahlian pada suatu
tingkat dimana klien atau pemberi kerja menerima jasa profesional yang kompeten
yang didasarkan pada pelatihan, perundang-undangan, dan teknik terkini.
4. Kerahasiaan,
Akuntan Profesional harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh
sebagai hasil hubungan profesional dan hubungan bisnis dan tidak boleh
mengungkapkan informasi apapun kepada pihak ketiga tanpa ada izin yang tepat
dan spesifik kecuali terdapat hak dan professional untuk mengungkapkan.
5. Profesional,
Akuntan Profesional harus mematuhi hukum dan perundang-undangan yang relevan
dan harus menghindari semua tindakan yang dapat mendeskreditkan profesi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar